Friday, January 30, 2009

Antananarivo Jadi "Kota Hantu"


ANTANANARIVO - Ibu kota Madagaskar, Antananarivo, tampak lengang dan mirip ”kota hantu”. Banyak warga kota mematuhi seruan wali kotanya, Andry Rajoelina, yang meminta agar toko-toko, sekolah, pasar, dan kegiatan bisnis lainnya dihentikan.

Kegiatan pasar mingguan praktis tidak beroperasi. Hanya sebuah lapak kecil di sekitar permukiman warga yang buka. Hanya beberapa transportasi publik yang beroperasi, melintasi jalanan yang sangat sepi. Bank dan kantor pos merupakan fasilitas publik lain yang tetap buka.

Wali Kota Antananarivo Rajoelina yang merupakan lawan politik Presiden Marc Ravalomanana hari Rabu telah menyerukan kepada warganya agar tidak keluar rumah. Rajoelina juga mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah untuk menghukum mereka yang berada di balik pembunuhan seorang pemrotes saat terjadi aksi protes oposisi pada Senin lalu.

Otoritas Madagaskar menyebutkan, jumlah warga yang tewas akibat aksi protes yang berbuntut kerusuhan pada Senin lalu itu sedikitnya 68 orang.

Seorang pejabat Pemerintah Perancis bahkan mengatakan, lebih dari 80 orang tewas dalam beberapa hari ini. Sebelumnya, Madagaskar pernah dijajah Perancis.

Komandan polisi Antananarivo Kolonel Frederic Raqotonandrasana mengatakan, saat ini sebanyak 44 tubuh korban masih berada di kamar mayat kota itu. Sebagian besar dari mereka merupakan para penjarah yang terjebak di pusat perbelanjaan yang terbakar habis, Senin.

Seorang pejabat senior polisi menjelaskan, di Toliara, wilayah pantai di barat daya Madagaskar, 16 orang tewas. Adapun 10 orang tewas lainnya dilaporkan terjadi di beberapa wilayah di negara itu.

Tak panggil tentara

Ravalomanana yang juga mantan Wali Kota Antananarivo menyalahkan Rajoelina atas terjadinya kekerasan. ”Dialah pemimpin, pemrakarsa kekacauan ini. Prioritas bagi saya sekarang adalah mengembalikan semua yang dihancurkan,” paparnya.

Presiden negara pulau itu mengatakan memilih tidak memanggil tentara untuk memelihara ketertiban karena khawatir hal itu akan menimbulkan pertumpahan darah lebih jauh. ”Sayalah yang memerintahkan angkatan darat untuk tidak ikut campur. Situasi ini harus dikelola dengan selayaknya. Jika tidak, akan terjadi banjir darah,” tutur Ravalomanana.

Ajakan presiden kepada Wali Kota Antananarivo untuk melakukan perundingan tidak ditanggapi. Kedua pihak yang saling bertikai ini tetap bertahan di posisinya masing-masing.

Aksi protes di awal pekan itu merupakan ancaman politik terbesar terhadap Ravalomanana yang terpilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan kedua pada tahun 2006.

Rajoelina melakukan penentangan kepada pemerintah sejak pemilihan wali kota, Desember 2007. Hubungannya dengan presiden makin buruk bulan lalu setelah pemerintah menutup stasiun televisi milik Rajoelina karena menayangkan wawancara dengan mantan presiden Didier Ratsiraka yang juga mengkritik Ravalomanana.

From: www.kompas.com

No comments: