Friday, January 16, 2009

Anak-anak dan Wanita Palestina Terjebak

GAZA — Tank-tank Israel bergemuruh memasuki jauh ke dalam kota-kota di Gaza, Kamis (15/1) pagi. Mereka memenuhi daerah-daerah terdekat pusat Kota Gaza dan memasuki sebuah kota besar di selatan Gaza.

Suara tembakan meriam tank-tank Israel membelah udara laksana guntur dan asap hitam nan tebal membumbung memenuhi udara daerah-daerah Tal al-Hawa, Zeitun, dan Shujaiyeh di Kota Gaza, pusat keramaian utama pantai Jalur Gaza.

Pertempuran pecah di kota utara Jabaliya dan pasukan darat Israel yang dilindungi lusinan tank menusuk masuk setidaknya 1 kilometer memasuki kota selatan Khan Yunis.

Pagi harinya, lusinan warga yang ketakutan sambil membawa bayi, anak-anak mereka yang baru bisa berjalan, dan anak-anak agak besar mengungsi ke rumah sakit Al-Quds di Tal al-Hawa. Rumah sakit ini berada di area terpencil di barat daya Kota Gaza yang menjadi situs yang berulang kali menjadi sasaran serangan mendadak Israel di pekan terakhir ini.

Bunyi dentuman meriam, serangan udara, artileri, helikopter tempur, dan senapan otomatis bercampur menjadi sebuah suara sangat bising. Suasana kacau balau terjadi begitu pertempuran berkecamuk hanya kurang dari 300 meter dari rumah sakit itu.

Para pejuang Hamas mengenakan seragam biru dan hitam. Salah satunya membawa bendera hijau gerakan Hamas, berlari di jalanan hanya 100 meter dari rumah sakit itu sambil menembakkan senapan Kalashnikov mereka.

Di dalam rumah sakit para warga daerah-daerah sekitar kota Gaza berlindung berjubel-jubel sebisa mereka. Para ibu mencoba menenangkan anak-anak mereka yang menangis dan mencoba mengalihkan mereka untuk tertawa kembali.

"Saya membawa anak-anak ke rumah sakit karena mereka ketakutan di rumah, tapi di sini malah mereka menjadi semakin ketakutan," kata Hossein (40) kepada AFP. Ia datang dengan istri dan kelima anaknya setelah tank-tank Israel menggasak kampungnya saat fajar datang.

"Rumah di depan rumah kami hancur total akibat pertempuran itu sehingga kami harus keluar rumah. Kami tak bisa bertahan lama. Lihatlah anak-anak kami, mereka merinding ketakutan."

Bashar Murad, seorang dokter dan kepala angkutan ambulans Bulan Sabit Merah, hanya bisa menunggu untuk membantu para korban yang terjebak di medan pertempuran dengan setengah putus asa. "Saya melihat tiga mayat 500 meter (di depan saya), tapi saya tak bisa mengungsikannya," kata sang dokter.

"Saya ada sejumlah korban luka kurang dari 1 kilometer dari sini, tapi saya tidak bisa bergerak tanpa izin," kata Murad. Sebelum ambulans bergerak, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) harus meminta izin tentara Israel untuk memberi lampu hijau guna mundur ke satu wilayah tertentu.

"Sulit buat saya untuk diam di sini manakala orang-orang sedang sekarat. Namun, saya tak punya pilihan apa pun," ujar Murad.

From: www.kompas.com

No comments: